BUKAN hanya pengaturan pengeluaran yang menjadi perhatian. Upaya memperoleh pemasukan juga dipikirkan para siswa. Mereka berusaha tidak mengandalkan uang dari orang tua. Karena itu, berwirausaha menjadi pembelajaran sejak dini. Meskipun demikian, para siswa tetap tidak meninggalkan tugas utama sebagai pelajar. ”Kami memang mendidik dengan program yang kami sebut Smantaru Preneuristic. Mereka kami didik untuk bisnis biar ada pemasukan tambahan,” ujar Kepala SMAN 1 Waru Eko Redjo Sunariyanto.
Caranya, anak didik mendapat bantuan modal untuk usaha. Satu kelas satu tim. Tiap tim memperoleh Rp 1 juta. Siswa bebas memilih bisnis. Boleh jasa maupun perdagangan. Mereka wajib menjalani proses bisnis. Mulai membuat perencanaan, menganalisis segmen pasar, menyurvei bahan baku, hingga mempersiapkan solusi untuk sejumlah kemungkinan yang akan terjadi.
”Kami gelontorkan total Rp 31 juta karena ada 31 kelas. Mereka wajib mempertanggungjawabkan dana itu,” katanya.
Selain mendapat pendampingan dari guru, mereka berkompetisi. Tidak boleh ada monopoli. Ide juga tidak boleh sama agar lebih kreatif. ”Nanti penilaiannya dari keunikan dan kreativitas bisnis, keuntungan, serta tidak melanggar norma agama, adat, maupun kesopanan,” jelas kepala sekolah yang terpilih sebagai guru berprestasi di Sidoarjo pada 2010 dan 2011 itu.
Hasilnya, murid SMAN 1 Waru terbilang cukup peka dan kreatif. Misalnya, mereka menangkap peluang penjilidan tugas sekolah. Pertimbangannya, lokasi penjilidan jauh dari sekolah. Mereka lantas tergerak untuk membuat bisnis penjilidan. ”Uniknya, mereka bekerja dengan metode mengambil arsip yang akan dijilid, lalu mengantarkan kembali. Pelanggan tidak repot. Itu terinspirasi dari Gojek. Ada juga ide bisnis lain yang menarik,” tutur Eko dengan bangga.
Ada pula bisnis semir sepatu ke seluruh penghuni sekolah. Tak ketinggalan usaha kerajinan tempat tisu dan minuman yang memanfaatkan gelas plastik bekas air kemasan.
Caranya, anak didik mendapat bantuan modal untuk usaha. Satu kelas satu tim. Tiap tim memperoleh Rp 1 juta. Siswa bebas memilih bisnis. Boleh jasa maupun perdagangan. Mereka wajib menjalani proses bisnis. Mulai membuat perencanaan, menganalisis segmen pasar, menyurvei bahan baku, hingga mempersiapkan solusi untuk sejumlah kemungkinan yang akan terjadi.
”Kami gelontorkan total Rp 31 juta karena ada 31 kelas. Mereka wajib mempertanggungjawabkan dana itu,” katanya.
Selain mendapat pendampingan dari guru, mereka berkompetisi. Tidak boleh ada monopoli. Ide juga tidak boleh sama agar lebih kreatif. ”Nanti penilaiannya dari keunikan dan kreativitas bisnis, keuntungan, serta tidak melanggar norma agama, adat, maupun kesopanan,” jelas kepala sekolah yang terpilih sebagai guru berprestasi di Sidoarjo pada 2010 dan 2011 itu.
Hasilnya, murid SMAN 1 Waru terbilang cukup peka dan kreatif. Misalnya, mereka menangkap peluang penjilidan tugas sekolah. Pertimbangannya, lokasi penjilidan jauh dari sekolah. Mereka lantas tergerak untuk membuat bisnis penjilidan. ”Uniknya, mereka bekerja dengan metode mengambil arsip yang akan dijilid, lalu mengantarkan kembali. Pelanggan tidak repot. Itu terinspirasi dari Gojek. Ada juga ide bisnis lain yang menarik,” tutur Eko dengan bangga.
Ada pula bisnis semir sepatu ke seluruh penghuni sekolah. Tak ketinggalan usaha kerajinan tempat tisu dan minuman yang memanfaatkan gelas plastik bekas air kemasan.
0 comments:
Post a Comment